ETIKA PROFESI AUDITOR
LATAR BELAKANG
Berprofesi sebagai akuntan publik, profesionalisme
merupakan syarat utama profesi ini. Karena selain profesi yang bekerja atas
kepercayaan masyarakat, kontribusi akuntan publik terhadap ekonomi sangatlah
besar. Kinney (1975) dalam Suta dan Firmanzah (2006) mengatakan peran auditor
untuk meningkatkan kredibilitas dan reputasi perusahaan sangatlah besar. Selain
itu beberapa peneliti seperti Peursem (2005) melihat bahwa auditor memainkan
peranan penting dalam jaringan informasi di suatu perusahaan. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Gjesdal (1981) dalam Suta dan Firmanzah (2006) juga
mengatakan bahwa peranan utama auditor adalah menyediakan informasi yang
berguna untuk keperluan penyusunan kontrak yang dilakukan oleh pemilik atau
manajer perusahaan. Logika sederhananya bahwa agar mesin perekonomian suatu
negara dapat menyalurkan dana masyarakat kedalam usaha-usaha produktif yang
beroperasi secara efisien, maka perlu disediakan informasi keuangan yang andal,
yang memungkinkan para investor untuk memutuskan kemana dana mereka akan di
investasikan. Untuk itu dibutuhkan akuntan publik sebagai penilai kewajaran
informasi yang disajikan manajemen. Jadi jelaslah bahwa begitu besarnya peran
akuntan publik dalam perekonomian, khususnya dalam lingkup perusahaan menuntut
profesi ini untuk selalu profesional serta taat pada etika dan aturan yang
berlaku.
Beranjak dari itu semua, dewasa ini peran auditor telah
menjadi pusat kajian dan riset dikalangan kademisi. Tidak hanya itu, praktisi
juga semakin kritis dengan selalu menganalisa kontribusi apa yang telah
diberikan auditor. Hal tersebut sah-sah saja dilakuakan mengingat pentingnya
peran auditor. Apalagi auditor bisa dibilang sebagai pihak kepercayaan
masyarakat (investor) dalam memastikan informasi yang andal. Jadi wajar rasanya
jika masyarakat turut mengawasi hasil pekerjaan auditor.
Sebuah perusahaan
yang baik adalah perusahaan yang menyajikan laporan keuangannya secara
rasional. Namun beberapa perusahaan yang tidak menyajikan laporan keuangan
sesuai standar akuntansi. Maka perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan laporan
keuangan oleh lembaga independen untuk menilai wajar atau tidaknya laporan
keuangan tersebut. Kegiatan pemeriksaan ini dikenal dengan sebutan audit dan
dilakukan oleh sebuah lembaga independen yang didalamnya terdapat orang-orang
yang disebut audit.
v Peran Etika dalam Profesi Auditor
Audit membutuhkan
pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat
menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut
mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan
standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor
dalam melaksanakan audit. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena
auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan
benturan-benturan kepentingan. Kode etik atau aturan etika profesi audit
menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri
dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit.
v Pentingnya Nilai-nilai Etika dalam Auditing
Beragam masalah etis
berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan auditing. Banyak auditor
menghadapi masalah serius karena mereka melakukan hal-hal kecil yang tak satu
pun tampak mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya menumpuknya hingga
menjadi suatu kesalahan yang besar dan merupakan pelanggaran serius terhadap
kepercayaan yang diberikan. Untuk itu
pengetahuan akan tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan
peluang untuk melindungi diri sendiri, dan pada saat yang sama, akan membangun
suasana etis di lingkungan kerja.
Masalah-masalah etika
yang dapat dijumpai oleh auditor yang meliputi permintaan atau tekanan untuk:
1.
Melaksanakan tugas yang bukan merupakan
kompetensinya
2.
Mengungkapkan informasi rahasia
3.
Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan,
penyuapan dan sebagainya.
4.
Mendistorsi obyektivitas dengan
menerbitkan laporan-laporan yang menyesatkan.
v Independensi Auditor
Sesuai dengan etika
profesi, akuntan yang berpraktik sebagai auditor dipersyaratkan memiliki sikap
independensi dalam setiap pelaksanaan audit. Dalam kaitannya dengan auditor,
independensi umumnya didefinisikan dengan mengacu kepada kebebasan dari hubungan (freedom from
relationship) yang merusak atau tampaknya merusak
kemampuan akuntan untuk menerapkan obyektivitas. Jadi, independensi diartikan
sebagai kondisi agar obyektivitas dapat diterapkan.
Selain itu, terdapat
pengertian lain tentang independensi yang berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan
pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan,
dan penyusunan laporan audit. Independensi harus dipandang sebagai
salah satu ciri auditor yang paling penting. Alasannya adalah begitu banyak pihak yang
menggantungkan kepercayaannya kepada kelayakan laporan keuangan berdasarkan
laporan auditor yang tidak memihak. Independensi dan Profesionalisme Seorang
akuntan yang profesional seharusnya tidak menggunakan pertimbangannya hanya
untuk kepuasan auditan. Dalam realitas auditor, setiap pertimbangan mengenai
kepentingan auditan harus disubordinasikan kepada kewajiban atau tanggung jawab
yang lebih besar yaitu kewajiban terhadap pihak-pihak ketiga dan kepada publik.
Prinsip kunci dari seluruh gagasan profesionalisme adalah bahwa seorang
profesional memiliki pengalaman dan kemampuan mengenali/memahami bidang
tertentu yang lebih tinggi dari auditan. Oleh karena itu, profesional tersebut
seharusnya tidak mensubordinasikan pertimbangannya kepada keinginan auditan.
Sikap mental independen harus meliputi
independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance). Independensi dalam kenyataan akan ada
apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak
sepanjang pelaksanaan audit. Independen dalam penampilan berarti hasil
interpretasi pihak lain mengenai independensi. Apabila auditor memiliki sikap
independen dalam kenyataan tetapi pihak lain yang berkepentingan yakin bahwa
auditor tersebut adalah penasihat auditan maka sebagian besar nilai fungsi
auditnya akan sia-sia.
•
Independensi dalam Kenyataan
Independensi dalam
kenyataan merupakan salah satu aspek paling sulit dari etika dalam profesi
akuntansi. Kebanyakan auditor siap untuk menegaskan bahwa untuk sebagian besar
independensi dalam kenyataan merupakan norma dalam kehidupan sehari-hari
seorang profesional. Namun mereka gagal untuk memberikan bukti penegasan ini atau bahkan untuk menjelaskan
mengapa mereka percaya bahwa hal itu benar demikian Adalah hal yang sulit untuk
membedakan sifat-sifat utama yang diperlukan untuk independensi dalam
kenyataan. Audit dikatakan gagal jika seorang auditor memberikan pendapat
kepada pihak ketiga bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku umum padahal dalam kenyataannya tidak demikian.
Seringkali kegagalan audit disebabkan oleh tidak adanya independensi.
Contoh tidak adanya
independensi dalam kenyataan adalah tidak adanya obyektivitas dan skeptisisme,
menyetujui pembatasan penting yang diajukan auditan atas ruang lingkup audit
atau dengan tidak melakukan evaluasi kritis terhadap transaksi auditan.
Beberapa pihak juga percaya bahwa ketidakkompetenan merupakan perwujudan dari
tiadanya independensi dalam kenyataan.
•
Independensi dalam Penampilan
Independensi dalam
penampilan mengacu kepada interpretasi atau persepsi orang mengenai
independensi auditor. Sebagian besar nilai laporan audit berasal dari status
independensi dari auditor. Oleh karena itu, jika auditor adalah independen
dalam kenyataan, tetapi masyarakat umum percaya bahwa auditor berpihak kepada auditan, maka sebagian nilai
fungsi audit akan hilang.
Adanya persepsi
mengenai tidak adanya independensi dalam kenyataan tidak hanya menurunkan nilai
laporan audit tetapi dapat juga memiliki pengaruh buruk terhadap profesi.
Auditor berperan untuk memberikan suatu pendapat yang tidak bias pada informasi
keuangan yang dilaporkan berdasarkan pertimbangan profesional. Jika auditor
secara keseluruhan tidak dianggap independen, maka validitas peran auditor di
dalam masyarakat akan terancam. Kredibilitas profesi pada akhirnya bergantung
kepada persepsi masyarakat mengenai independensi (independensi dalam
penampilan), bukan independensi dalam kenyataan
v Pengendalian Mutu Audit
Hasil audit diperlukan
oleh berbagai pihak sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. Opini auditor
yang tidak akurat akan memberikan dampak yang buruk. Karenanya, timbul suatu
kebutuhan untuk menjaga kualitas laporan audit sehingga mencegah pengambilan
keputusan yang kurang tepat.
Dalam penugasan
audit, auditor harus mematuhi standar audit. Oleh karena itu, organisasi
pemeriksa harus membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk
memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan audit dengan standar
audit. Pengendalian mutu terdiri metode yang digunakan untuk meyakinkan bahwa
organisasi pemeriksa telah menerapkan dan mematuhi kemahiran profesionalnya,
termasuk standar, kebijakan dan prosedur pemeriksaan secara memadai.
Pengendalian mutu
berhubungan erat, tetapi tidak sama dengan standar audit. Pengendalian mutu
adalah prosedur yang digunakan organisasi pemeriksa di setiap penugasan audit
untuk membantu mereka memenuhi standar audit secara konsisten. Oleh karena itu, pengendalian mutu
ditujukan untuk organisasi pemeriksa secara
keseluruhan, sedangkan audit standar berlaku untuk setiap penugasan audit.
Sifat dan lingkup
sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa sangat tergantung pada beberapa
faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang diberikan kepada staf
dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur organisasi, pertimbangan
mengenai biaya dan manfaatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar