1. Tanggung Jawab Profesi
Tanggung
jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia yang berarti dalam
bahasa indonesia keadaaan wajib menanggung segala sesuatu yang menjadi
tanggungannya. Tanggung jawab akan selalu ada dalam diri manusia karena pada
dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang
menunutut kepedulian dan tanggung jawab.
Tanggung
jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini
menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati,
teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa
perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang
relevan dengan,disiplin,ilmunya.
Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena
kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang
merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang
berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap,,keterampilan,,pengetahuan,(integrity),dan.kompetensi.
·
Unsur-unsur Tanggungjawab
Dari
segi filsafat, suatu tanggung jawab itu sedikitnya didukung oleh tiga unsur
pokok, yaitu : kesadaran, kecintaan/kesukaan, dan keberanian.
1. Kesadaran
Sadar
berisi pengertian : tahu, kenal, mengerti dapat memperhitungkan arti, guna
sampai kepada soal akibat dari sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi.
Seseorang baru dapat diminta tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang
diperbuatnya.
Dengan
dasar pengertian ini kiranya dapat dimengerti, apa sebab ketiga golongan (si
bocah, si kerbau, dan si gila ) adalah tidak wajar bila diminta atau dituntut
supaya bertanggung jawab sebab, baik kepada si bocah, si kerbau, dan si gila,
kesemua mereka ini, bertindak tanpa adanya kesadaran, artinya mereka sama
sekali tidak mengerti, akan guna dan akibat dari perbuatannya.
2. Kecintaan / Kesukaan
Cinta,
suka menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan, dan kesediaan berkorban. Cinta pada
tanah air menyebabkan prajurit-prajurit kita rela menyabung nyawa untuk
mempertahankan tanah air tercinta. Sadar akan arti tanggungjawablah,
menyebabkan mereka patuh berdiri di bawah terik matahari atau hujan lebat untuk
mengawal, dilihat atau tidak diawasi.
3.
Keberanian
Berani
berbuat, berani bertanggungjawab. Berani disini didorong oleh rasa keikhlasan,
tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala macam rintangan yang timbul
kemudian sebagai konsekueansi dari tindak perbuatan. Karena adanya tanggung
jawab itulah, maka seseorang yang berani, juga memerlukan adanya pertimbangan
pertimbangan, perhitungan dan kewaspadaan sebelum bertindak, jadi tidak
sembrono atau membabi buta.
Keberanian
seorang prajurit adalah keberanian yang dilandasi oleh rasa kesadaran, adanya
rasa cinta kepada tanah air, dimana ketiga unsur kejiwaan tersebut tersimpul ke
dalam satu sikap: “Keikhlasan dalam mengabdi, dan dengan penuh rasa tanggung
jawab“, dalam menunaikan tugas dan darma bakti kepada negara dan bangsa.\
·
Tanggungjawab Retrospektif dan
Prospektif
Bila
dilihat berdasarkan proses kejadiannya, maka terdapat dua macam tanggungjawab,
yaitu tangung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif.
1. Tanggungjawab Retrospektif
Tanggungjawab
retrospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan
segala konsekuensinya. Bila seorang apoteker telah memberi obat yang salah
karena kurang teliti membaca resep dokter, maka ia bertanggung jawab. Bila
kemudian ketahuan, ia harus memperbaiki perbuatannya itu dengan memberi obat
yang betul. Dan seandainya kekeliruannya ternyata mempunyai akibat negative,
seperti misalnya penyakit pasien bertambah parah, ia harus memberi ganti rugi
seperlunya. Contoh tentang tanggung jawab prospektif ialah bahwa pagi hari
ketika membuka apoteknya si apoteker bertanggung jawab atas semua obat yang
akan dijual hari itu.
2. Tanggung Jawab Prospektif
Tanggung
jawab prospektif ialah tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang. Dalam
hidup sehari-hari kita lebih banyak mengalami tanggung retrospektif, karena
biasanya tanggung jawab baru dirasakan betul-betul, bila kita berhadapan dengan
konsekuensinya. Di sini pun kiasan “harus bertanggung jawab” tampak dengan
paling jelas. Sebelum perbuatan dilakukan, pelaku bersangkutan sudah
bertanggung jawab (dalam arti prospektif), tapi saat itu tanggung jawabnya
masih terpendam dalam hatinya dan belum berhadapan dengan orang lain. Baik
tanggung jawab retrospektif maupun untuk tanggung jawab prospektif berlaku
bahwa tidak ada tanggung jawab, jika tidak ada kebebasan.
·
Syarat bagi Tanggung Jawab Moral dalam
Etika Profesi
Dalam
membahas prinsip-prinsip etika profesi dan prinsip-prinsip etika bisnis. Kita
telah menyinggung tanggung jawab sebagai salah satu prinsip etika yang penting.
Persoalan pelik yang harus dijawab pada tempat pertama adalah manakah kondisi
bagi adanya tanggung jawab moral. Manakah kondisi yang relevan yang
memungkinkan kita menuntut agar seseoarang bertanggung jawab atas tindakannya.
Ini sangat penting, karena tidak sering kita menemukan orang yang mengatakan
bahwa tindakan itu bukan tanggung jawabku. Atau, kita pun sering mengatakan
bahwa suatu tindakan sudah berada di luar tanggung jawab seseorang.
Paling
kurang ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral. Pertama, tanggung
jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu.
Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan
sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya.
Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita
untuk menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakakannya
itu.
Dengan
demikian, syarat pertama bagi tanggung jawab atas suatu tindakan adalah bahwa
tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang kemanapun akal
budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal. Pribadi itu paham betul
akan apa yang dilakukannya.
Kedua,
tanggung jawab mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya,
tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas
tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Ini berarti orang
tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan terpaksa atau dipaksa. Ia
sendiri secara bebas dan suka rela melakukan tindakan itu. Jadi, kalau
seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara moral ia
dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. Karena itu, tidak relevan bagi
kita untuk menuntut pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu. Tindakan
tersebut berada di luar tanggung jawabnya. Hanya orang yang bebas dalam
melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakaknya.
Ketiga, tanggung jawab mensyaratkan bahwa orang yng melakukan tindakan tertentu
memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan
tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan dengan syarat kedua di
atas. Bisa saja seseorang berada dalam situasi tertentu sedemikian rupa
seakan-akan ia terpaksa melakukan suatu tindakan. Situasi ini terutama terjadi
ketika seseorang dihadapkan hanya pada satu pulihan. Hanya ada satu
alternative. Terlihat seakan-akan di hanya bisa memilih alternative itu. Lain
tidak, bahkan dia tidak bisa memilih alternative tersebut. Dalam keadaan
seperti itu, tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Itu berarti menurut
syarat kedua di atas, dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena
tidak bisa lain. Karena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggungjawaban
dari orang itu.
Akan tetapi, kalaupun orang
tersebut berada dalam situasi seperti itu, di mana di tidak bisa berbuat lain
dari memilih alternative yang hanya satu itu, ia masu\ih tetap bisa dituntut
untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Ia masih tetapbertanggung jawab atas
tindakannya kalau dalam situasi seperti itu ia sendiri mau (apalagi dengan
sadar dan bebas ) memilih alternative yang hanya satu itu dan tidak bisa dielak
itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlakku prinsip yang disebut the
principle of alternate possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang
bertanggung jawab secara moral atas tindakannya yang telah dilakukannya hanya
kalau ia bisa bertindak secara lain. Artinya, hanya kalau masih ada alternative
baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam
keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Menurut Harry Frankfurt, prinsip ini tidak sepenuhnya benar. Sebabnya,
seeseoarang masih bisa tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalaupun ia
tidak punya kemungkinan lain untu bertindak secara lain. Artinya, kalaupun
tindakan itu dilakukan di bawah ancaman sekalipun, misalnya, tapi kalau ia
sendiri memang mau melakukan tindakan itu, ia tetap bertanggung jawab atas
tindakannya. Dengan kata lain, prinsip bahwa seseorang hanya bisa bertangguung
jawab secara moral atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ada kemungkinan
baginya untuk bertindak secara lain, tidak sepenuhnya benar. Menurut Frankfurt,
prinsipyang benar adalah bahwa seseorang tidak bertanggung jawab secara moral
atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ia melakukannya hanya karena ia
tidak bisa bertindak secara lain. Artinya, tidak ada alasan lain kecuali bahwa
memang ia terpaksa melakukan itu, dan tidak ada alasan lain selain terpaksa.
Namun, selama ia sendiri mau (berarti alasan dari tindakannya adalah kemauannya
sendiri dan bukan keadaan terpaksa tersebut), ia tetap bertanggung jawab
kendati situasinya seolah-olah ia terpaksa (tidak ada alternative lain).
2.
Kepentingan Publik
Sudah sejak zaman Hindia Belanda telah dikenal pengertian kepentingan
umum dengan istilah “algemeen belang” (a.l. pas. 37 KUHD), “openbaaar belang”
(a.l. dalam S 1906 no.348), “ten algemeeene nutte” (a.l. pas.570 KUHPerd) atau
“publiek belang” (a.l. dalam S 1920 no.574).
Di zaman kemerdekaan kepentingan umum telah banyak diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, yang rumusannya berbeda satu sama lain. Dalam
Inpres no.9 tahun 1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada di atasnya, ditentukan dalam pasal 1 bahwa kegiatan dalam
rangka pelaksanaan Penbangunan mempunyai sifat kepentingan umum apabila
kegiatan tersebut menyangkut: a. kepentingan Bangsa dan Negara dan/atau b. kepentingan
masyarakat luas, dan/atau c. kepentingan rakyat banyak/bersama dan/atau d.
kepentingan Pembangunan. Dari ketentuan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa
kegiatan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan itu ada yang bersifat kepentingan
umum dan yang tidak. Kemudian kegiatan Pembangunan yang mempunyai sifat
kepentingan umum itu dirinci lebih lanjut menjadi 13 bidang antara lain
pertahanan, pekerjaan umum, jasa umum, keagamaan, kesehatan, makam/kuburan,
usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum. Rupa-rupanya
pembentuk undang-undang ingin membuat rumusan yang rinci mendetail tentang
kepentingan umum.
Di dalam penjelasan UU no.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (pas.4
ayat 3 I) ditentukan, bahwa usaha yang semata-mata untuk kepentingan umum harus
memenuhi syarat-syarat: 1. semata-mata bersifat sosial dalam bidang keagamaan,
pendidikan, kesehatan dan kebudayaan, 2. semata-mata bertujuan membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum dan 3. tidak mempunyai tujuan
mencari laba.
Selanjutnya
di dalam penjelasan pasal 49 b UU no.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dikatakan bahwa kepentingan umum adalah “kepentingan bangsa dan Negara
dan/atau kepentingan masyarakat bersama dan/atau kepentingan pembangunan,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam penjelasan pasal 32 UU no.5 tahun 1991 tentang Kejaksaan dikatakan
bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau
kepentingan masyarakat luas. Kepentingan umum harus dapat menunjang pembangunan
nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan lain-lain,
demikianlah bunyi penjelasan pasal 4 ayat 1 UU no.5 tahun 1992 tentang Benda
Cagar Budaya.
Itulah
beberapa ketentuan perundang-undangan mengenai kepentingan umum. Betapa luasnya
pengertian yang terkandung dalam kepentingan umum itu.
Kepentingan umum adalah
tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi dan pada
hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam
melaksanakannya. Di dalam masyarakat terdapat banyak sekali
kepentingan-kepentingan, baik perorangan maupun kelompok, yang tidak terhitung
jumlah maupun jenisnya yang harus dihormati dan dilindungi dan wajarlah kalau
setiap orang atau kelompok mengharapkan atau menuntut kepentingan-kepentingannya
itu dilindungi dan dipenuhi, yang sudah tentu tidak mungkin dipenuhi semuanya
sekaligus, mengingat bahwa kepentingan-kepentingan itu, kecuali banyak yang
berbeda banyak pula yang bertentangan satu sama lain.
Tidak dapat disangkal bahwa tindakan Pemerintah harus ditujukan kepada
pelayanan umum, memperhatikan dan melindungi kepentingan orang banyak
(kepentingan umum). Memang itulah tugas Pemerintah, sehingga kepentingan umum
merupakan kepentingan atau urusan Pemerintah. Kalau kepentingan umum sama
dengan kepentingan Pemerintah apakah setiap kepentingan Pemerintah itu
kepentingan umum.
Mengingat seperti yang diuraikan di atas bahwa tindakan Pemerintah harus
ditujukan kepada pelayanan umum dan memperhatikan serta melindungi kepentingan umum,
sedangkan di dalam masyarakat banyak terdapat kepentingan-kepentingan, maka
dari sekian banyak kepentingan-kepentingan harus dipilih dan dipastikan ada
kepentingan-kepentingan yang harus didahulukan atau diutamakan dari
kepentingan-kepentingan yang lain. Jadi ada kepentingan-kepentingan yang
dianggap lebih penting atau utama dari kepentingan-kepentingan lainnya.
Jadi kepentingan umum adalah kepentingan yang harus didahulukan dari
kepentingan-kepentingan yang lain dengan tetap memperhatikan proporsi pentingnya
dan tetap menghormati kepentingan-kepentingan lain. Dalam hal ini tidak berarti
bahwa ada kewerdaan atau hierarkhi yang tetap antara kepentingan yang termasuk
kepentingan umum dan kepentingan lainnya. Mengingat akan perkembangan
masyarakat atau hukum maka apa yang pada suatu saat merupakan kepentingan umum
pada saat lain bukan merupakan kepentingan umum. Maka yang merupakan bidang
kepentingan umum (Inpres no.9 tahun 1973) pada suatu saat nanti dapat digusur
untuk kepentingan umum yang lain.
Kalau kepentingan umum merupakan kepentingan (urusan) Pemerintah, maka
dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepentingan Pemerintah belum tentu
atau tidak selalu merupakan kepentingan umum. Kepentingan (urusan) Pemerintah
ada kalanya harus mengalah terhadap kepentingan lain (kepentingan umum).
Secara teoretis dapatlah dikatakan bahwa kepentingan umum merupakan
resultante hasil menimbang-menimbang sekian banyak kepentingan-kepentingan di
dalam masyarakat dengan menerapkan kepentingan yang utama menjadi kepentingan
umum. Secara praktis dan konkret akhirnya diserahkan kepada hakim untuk
menimbang-nimbang kepentingan mana yang lebih utama dari kepentingan yang lain
secara proporsional (seimbang) dengan tetap menghormati kepentingan-kepentingan
yang lain. Memang tidak mudah, akan tetapi sebaliknya tidak seyogyanya untuk
memberi batasan atau definisi yang konkret mutlak dan ketat mengenai
kepentingan umum, karena kepentingan manusia itu berkembang dan demikian pula
kepentingan umum, namiun perlu kiranya ada satu rumusan umum sebagai pedoman
tentang pengertian kepentingan umum yang dapat digunakan terutama oleh hakim
dalam memutuskan sengketa yang berkaitan dengan kepentingan umum, yang dinamis
tidak tergantung pada waktu dan tempat. Tiap-tiap kasus harus dilihat secara
kasuistis. Sudahlah tepat kalau yang akhirnya menentukan apa saja yang termasuk
pengertian kepentingan umum adalah hakim atau undang-undang berdasarkan rumusan
yang umum tadi.
Seyogyanya kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan tetap
dirumuskan secara umum, luas. Kalau dirumuskan secara rinci atau kasuistis
dalam peraturan perundang-undangan penerapannya akan kaku, karena hakim lalu
terikat pada rumusan undang-undang. Rumusan umum oleh pembentuk undang-undang akan lebih luwes/fleksibel karena penerapan
atau penafsirannya oleh hakim berdasarkan kebebasannya, dapat secara kasuistis
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan keadaan.
3. Integritas
akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Objektivitas
Objektivitas adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Jadi,
etika profesi berlandaskan objektivitas mengandung pengertian bahwa setiap
anggota harus bersifat objektif dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Adapun yang dimaksud
dengan kompetensi dan kehati-hatian profesional adalah setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan prinsip kehati-hatian, kompeten, dan ketekunan,
serta mempunyai
Kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang
diperlukan. Hal ini guna memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
legalisasi, dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan
yang dimaksud yaitu setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.
Perilaku Profesional
Perilaku etika merupakan fondasi peradaban
modern-menggarisbawahi keberhasilan berfungsinya hampir setiap aspek
masyarakat, dari kehidupan keluarga sehari-hari sampaihukum, kedokteran,dan
bisnis. Etika (ethic) mengacu pada suatu sistem atau kode
perilaku berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang
individu harus berperilakudalam masyarakat. Perilaku etika juga merupakan
fondasi profesionalisme modern. Profesionalisme didefinisikansecara luas,
mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitasyang membentuk karakter atau
membericiri suatu profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun
aturan atau kode perilakuyang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota
profesi tersebut. Untuk menjadi sumber objektif yang dapat dipercaya,
profesional harus memiliki reputasi yang kuat tidak hanya untuk kompetensi
tetapi juga untuk karakter dan integritas yang tidak diragukan lagi. Mengingat
pentingnya reputasi, perilaku etika, dan profesionalisme, profesi akuntan
telahmengembangkan Kode Perilaku Profesional yang memberikan pedoman pada
perilaku profesional akuntansi.
Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua
bagian:
o Prinsip-prinsip
Perilaku Profesional (Principles of Profesionnal Conduct); menyatakan
tindak-tanduk dan perilaku ideal.
o Aturan
Perilaku (Rules of Conduct); menentukan standar minimum.Prinsip-prinsip
Perilaku Profesional menyediakan
kerangka kerja untuk Aturan Perilaku.
Pedoman
tambahan untuk penerapan Aturan Perilaku tersedia melalui:
o Interpretasi
Aturan Perilaku (Interpretations of Rules of Conduct)
o Putusan
(Rulings) oleh Professional Ethics Executive Committee
Enam
Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:
o Tanggung
jawab: Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota
harusmelaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
o Kepentingan
publik: Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu carayang
akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkankomitmen pada profesionalisme.
o Integritas:
Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harusmelaksanakan
seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi.
o Objektivitas
dan Independesi: Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas
darikonflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.• Kecermatan
dan keseksamaan: Anggota harus mengamati standar teknis dan standar
etik profesi.
o Lingkup
dan sifat jasa: Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip-prinsip
PerilakuProfesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.
o Aturan
perilaku dikelompokkan dalam lima kategori:
§ Indepedensi,
Integritas, dan Objektivitas.
§ Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi.
§ Tanggung
Jawab kepada Klien.
§ Tanggung
Jawab kepada Rekan Seprofesi.
§ Tanggung
Jawab dan Praktik Lain
8.
Standard
Teknik
Standard
Teknik adalah serangkaian eksplisit persyaratan yang harus dipenuhi oleh bahan,
produk, atau layanan. Jika bahan, produk atau jasa gagal memenuhi satu atau
lebih dari spesifikasi yang berlaku, mungkin akan disebut sebagai berada di
luar spesifikasi. Sebuah standard teknik dapat dikembangkan secara pribadi,
misalnya oleh suatu perusahaan, badan pengawas, militer, dll: ini biasanya di
bawah payung suatu sistem manajemen mutu . Mereka juga dapat dikembangkan
dengan standar organisasi yang sering memiliki lebih beragam input dan biasanya
mengembangkan sukarela standar : ini bisa menjadi wajib jika diadopsi oleh
suatu pemerintahan, kontrak bisnis, dll.
Istilah
standard teknik yang digunakan sehubungan dengan lembar data (atau lembar
spec). Sebuah lembar data biasanya digunakan untuk komunikasi teknis untuk
menggambarkan karakteristik teknis dari suatu item atau produk. Hal ini dapat
diterbitkan oleh produsen untuk membantu orang memilih produk atau untuk
membantu menggunakan produk.